PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 11 – 14
TAHUN)
Perintah Memberi Makan dan Pakaian kepada Anak
Ubadah bin Al Walid berkata, Rasulullah bersabda,
“…Berilah mereka makan dari apa yang kalian makan dan berilah mereka pakaian
dari apa yang kalian pakai…”[1]
Menyuruh Anak Segera Tidur Setelah Isya’
Rasulullah dan para sahabatnya mengakhirkan shalat
isya’. Karena itu, Umar memerintahkan agar anak-anak dan istrinya menunaikannya
pada awal waktu supaya mereka segera tidur, Umar pergi menemui Rasulullah, lalu
berkata, “Wahai Rasulullah, marilah kita shalat, kaum wanita dan anak-anak
telah tidur.” Rasulullah pun keluar rumah, sedangkan dari kepala beliau menetes
air bekas wadhunya. Beliau bersabda, “Seandainya tidak memberatkan umatku atau
manusia, aku pasti memerintahkan mereka agar shalat (isya’) pada waktu sekarang
ini.”[2]
Melarang Tidur Telungkup
Ayah Ya’isy bin Thakhfah Al Ghifari berkata,
“Ketika saya sedang berbaring tertelungkup di dalam masjid, tiba-tiba ada
seseorang yang menggerakkan tubuhku dengan kakinya, seraya berkata, ‘Ini adalah
cara tidurnya orang yang murkai Allah (ahli neraka).’ Ketika aku menoleh,
ternyata orang itu adalah Rasulullah.”[3]
Memisahkan Tempat Tidur Anak Sejak Usia 10 Tahun
Rasulullah bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian
mengerjakan shalat bila telah menginjak usia 7 tahun dan pukullah mereka karena
meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur
mereka….”[4]
Membiasakan Anak Menundukkan Pandangan dan
Memelihara Aurat
Al Fadhl bin Abbas bercerita, “Ketika aku sedang
dibonceng di belakang Rasulullah dari Muzdalifah ke Mina, tiba-tiba muncul
seorang Arab badui yang membonceng anak perempuannya yang cantik. Kendaraannya
berjalan bersebelahan dengan unta yang kendarai oleh Rasulullah. Waktu itu aku
memandang anak perempuannya. Rasulullah pun memandang ke arahku dan memalingkan
wajahku dari anak perempuan itu. Akan tetapi, aku memandangnya lagi dan beliau
memalingkan wajahku lagi. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali
karena aku memandanginya terus, sedangkan beliau terus mengucapkan talbiyah-nya
hingga selesai dari melempar jumrah Aqabah.”[5]
Rasulullah Tidak Pernah Memukul Anak, Tapi Beliau
Menjelaskan Aturan Memukul dan Bahaya Pemukulan
Abu Umamah menjelaskan bahwa Rasulullah pernah
menerima dua anak. Beliau memberikan salah seorang dari keduanya kepada Ali.
Beliau berpesan, “Jangan pukul dia karena aku melarang memukul orang yang
shalat dan aku melihatnya mengerjakan shalat sejak kami terima.”[6]
Aisyah berkata, “Rasulullah tidak pernah memukul
dengan tangannya, baik terhadap istri maupun pelayannya, kecuali bila berjihad
di jalan Allah.”[7] Rasulullah juga bersabda, “Seorang yang kuat bukanlah orang
yang dapat membanting orang lain. Tetapi, orang yang kuat ialah yang mampu
mengendalikan dirinya saat sedang marah.”[8]
Hentikan Pemukulan Bila Anak Meminta Tolong Kepada
Allah
Rasulullah bersabda, “Orang yang meminta
perlindungan kepada kalian atas nama Allah maka lindungilah dan siapa yang
meminta kepada kalian dengan nama Allah maka berilah.”[9]
Al Mubarakfuri mengatakan, “Ath-Thayyibi berkata,
‘Itu bila pukulan untuk pengajaran. Adapun bila itu untuk hukuman had
(hukuman), maka tidak boleh dihentikan. Demikian pula jika ia meminta
perlindungan kepada Allah hanya untuk menipu’.”[10]
Jangan Pukul Bagian Sensitif dan Jangan Emosi
Seorang lelaki yang mabuk atau harus menjalani
hukuman had minum khamr dihadapkan kepada khalifah Ali. Sahabat Ali berkata,
“Deralah ia dan berikanlah kepada setiap anggota tubuhnya bagian yang hendak
diterimanya. Tapi, hidarilah wajah dan kemaluannya.”[11] Rasulullah bersabda,
“Apabila seseorang di antara kalian memukul, maka hindarilah bagian wajah.”[12]
Rasulullah juga pernah berpesan secara berulang
kepada lelaki badui saat ia mengatakan, “Berpesanlah kepadaku!” Rasulullah
menjawab, “Kamu jangan suka marah.” Lelaki itu berkata, “Setelah kurenungkan
apa yang dipesankan Rasulullah, ternyata aku menyadari bahwa sikap marah
menghimpun semua keburukan.”[13]
Menghukum Anak dengan Cara Halus dan Lembut
Abdullah bin Busr Al Mazini berkata, “Ibuku
mengutusku untuk mengantarkan setangkai anggur kepada Rasulullah. Namun, aku
memakannya sebelum sampai kepada beliau. Ketika aku tiba di tempat beliau,
beliau menjewer telingaku (secara halus) dan memanggilku dengan sebutan, ‘Wahai
penghianat kecil’.”[14]
Jangan Manjakan Anak dan Menuruti Semua Kemauannya
Khaulah binti Hakim berkata, Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya anak itu bisa menjadi penyebab kikir, pengecut, bodoh, dan
sedih.”[15] Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Gantungkanlah
pecut di tempat yang bisa dilihat oleh keluarga kalian.”[16]
Jadi, di balik kecintaan dan kasih sayang orang tua
kepada anaknya, Rasulullah tidak menginginkan adanya sikap memanjakan secara
berlebihan dan memperturutkan semua keinginan anak. Sehingga sang anak nanti akan
berbuat sesukanya dan menuruti semua yang diinginkannya, tanpa ada yang
melarangnya.
Orang tua yang bersikap seperti ini sama dengan
melakukan tindak kejahatan yang besar terhadap anaknya sendiri. Sikap
memanjakan dan memberikan kasih sayang yang berlebihan ini mengakibatkan anak
merasa tidak pernah ada yang melarang bila berbuat kesalahan serta sama sekali
tidak pernah dibiasakan untuk taat kepada Allah dan memelihara batasan-batasan
hukum-Nya.
Bahaya Bergaul dengan Anak Manja
Al Ghazali berkata, “Anak harus dijaga untuk tidak
bergaul dengan teman-teman sebaya yang dibiasakan hidup senang, mewah, dan
mengenakan pakaian-pakaian yang mahal. Karena, apabila anak dibiarkan seperti
itu sejak usia dini, kebanyakan akan tumbuh menjadi anak yang berperangai buruk,
pendusta, pendengki, suka mencuri, suka iseng, suka menipu, dan suka berbuat
seenaknya. Tiada cara lain untuk menghindarkan anak dari hal-hal tersebut
kecuali dengan memberikan pengajaran yang baik dan pendidikan yang
menyeluruh.”[17]
Rasulullah Menjengung, Mendoakan Kesembuhan dan
Mengobati Anak-anak yang Sakit
As Saib bin Yazid berkata, “Bibiku membawaku pergi
menemui Rasulullah lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, keponakanku ini sedang
sakit. Maka Rasulullah mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan bagiku dan
beliau berwudhu lalu aku minum dari bekas air wudhunya. Setelah itu aku berdiri
di belakang punggungnya dan kulihat cap kenabian ada di antara kedua pundaknya
seperti telur burung puyuh.”[18]
Meluruskan Kekeliruan dengan Bijak
Rafi’ bin ‘Amru Al Ghifari mengatakan, “Dahulu aku
dan anak muda sebayaku sering melempari pohon kurma milik orang-orang Anshar.
Maka hal itu dilaporkan kepada Rasulullah, ‘Ada anak yang suka melempari pohon
kurma kami.’ Akhirnya, aku dibawa menghadap Rasulullah dan beliau bertanya,
‘Nak, mengapa engkau melempari pohon kurma?’ Aku menjawab, ‘Untuk saya makan
buahnya.’ Beliau bersabda, ‘Kamu jangan lagi melempari pohon kurma, tapi
makanlah buahnya yang jatuh di bawahnya.’ Selanjutnya, beliau mengusap kepalaku
seraya berdoa, ‘Ya Allah, kenyangkanlah perutnya’.”[19]
Membantu dan Mengajari Anak Bila Tidak Mampu
Mengerjakan Sesuatu
Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Rasulullah berjumpa
dengan seorang anak muda yang sedang menguliti kambing, maka beliau bersabda
kepadanya, ‘Minggirlah, aku akan memperlihatkan cara yang benar kepadamu.’
Rasulullah pun memasukkan tangannya di antara kulit dan daging seraya
memanjangkannya hingga tangannya masuk sampai ke bagian ketiaknya, lalu
bersabda, ‘Hai anak muda, seperti inilah yang harus kamu lakukan bila menguliti
kambing.’ Sesudah itu beliau berlalu dan shalat dengan orang banyak tanpa
berwudhu lagi dan tidak menyentuh air.”[20]
Mengajari Cara Pengobatan Alami
Umar pernah menemui Rasulullah, sedangkan di dekat
beliau terdapat seorang anak remaja berkulit hitam yang sedang memijit punggung
beliau. Umar bertanya, “Apa yang terjadi?” Beliau menjawab, “Tadi malam aku
terjatuh dari untaku.”[21] Terlihat bahwa Rasulullah mengajari anak remaja itu
bagaimana cara memijat otot-otot beliau agar memperingan rasa sakit.
Bergaul dan Menceritakan Pengalaman Masa Kecil
kepada Anak
Anas mengatakan, “Sesungguhnya, dahulu Rasulullah
benar-benar bergaul dengan kami.”[22]
Rasulullah juga menceritakan kepada anak-anak
tentang pengalaman kecil beliau. Beliau bersabda, “Aku pernah menghadiri
perjanjian Muthayyibin bersama paman-pamanku saat aku masih remaja, dan aku
tidak suka melanggar perjanjian itu meskipun diberi imbalan unta merah.”
Mengucapkan Salam kepada Anak-anak yang Sedang
Bermain
Anas telah menceritakan bahwa pada suatu hari ia
berjumpa dengan sejumlah anak-anak, lalu ia mengucapkan salam kepada mereka.
Anas berkata, “Seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah.”[23] Bagi para
orang tua, buang rasa segan dan canggung untuk memulai mengucapkan salam
terlebih dahulu kepada sekelompok anak. Demikian Rasulullah memberi teladan.
Mengajari Etika Masuk Rumah
Anas berkata, Rasulullah bersabda, “Hai anakku,
jika kamu masuk ke dalam rumah keluargamu ucapkanlah salam, niscaya akan
membawa berkah kepadamu dan juga bagi keluargamu.”[24]
Beliau bersabda kepada orang yang masuk ke tempat
beliau tanpa mengucapkan salam lebih dahulu, “Kembalilah dan ucapkan,
‘Assalamu’alaikum, apakah aku boleh masuk?’” Mengucapkan salam merupakan
latihan bagi mereka tentang adab-adab yang diajarkan oleh syariat. Dalam hal
ini juga berfungsi sebagai penunduk sifat sombong, dan mengandung makna tawadhu
dan kelembutan.[25]
Mengajarkan Anak Etika Meminta Izin
Anas sering masuk ke tempat Rasulullah tanpa izin.
Pada suatu hari Anas datang dan hendak masuk begitu saja, maka Rasulullah
bersabda kepadanya, “Tetaplah di tempatmu wahai anakku, karena sesungguhnya
telah terjadi suatu perintah berkenaan denganmu, maka jangan lagi kamu masuk
kecuali dengan meminta izin terlebih dahulu.”[26]
Sahl bin Sa’ad berkata, “Seorang lelaki mengintip
dari suatu lubang ke kamar Rasulullah yang saat itu beliau sedang memegang
sisir untuk menggaruk kepada beliau. Ketika Rasulullah melihat kelakuan lelaki
itu, beliau bersabda, “Seandainya sejak semula aku mengetahui kamu sedang
mengintip, tentulah akan kutusuk matamu dengan ini. Meminta izin itu ditetapkan
tiada lain hanyalah untuk kebolehan melihat.”[27]
Memotivasi Anak Menghadiri Perayaan dan Mengunjungi
Kerabat
Anas berkata, “Rasulullah melihat anak-anak dan
kaum wanita datang dari pesta perkawinan. Beliau pun berdiri tegak (dengan
gembira), lalu bersabda, ‘Ya Allah (saksikanlah), kalian termasuk orang-orang
yang paling kucintai’.” Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali, yang
dimaksud adalah kaum Anshar.
Menjaga Perasaan Anak-anak dalam Perayaan
Aisyah meriwayatkan bahwa Abu Bakar masuk ke
tempatnya saat ia bersama dua budak yang menyanyikan dan memukul rebana pada
hari-hari mina. Sementara itu, Rasulullah sedang membentangkan (menjemur) baju
beliau. Maka Abu Bakar membentak mereka berdua. Rasulullah pun melongokkan
wajah dari balik baju yang dijemurnya dan bersabda, “Biarkanlah saja wahai Abu
Bakar karena ini sedang hari raya.” Aisyah berkata, “Aku melihat Rasulullah
menutup dirinya dariku dengan jubahnya sedangkan aku melihat orang-orang
Habasyah yang sedang bermain saat aku masih kecil. Maka mereka menghormati
kadudukan anak kecil.
Menganjurkan Anak Bergaul dengan Ulama dan Bersikap
Santun Kepada Mereka
Rasulullah bersabda, “Sungguh, memuliakan orang
Islam yang tua usia, orang yang pandai tentang Al Qur’an yang tidak sombong dan
tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil termasuk bagian dari
mengagungkan Allah.”[28]
Rasulullah juga bersabda, “Tidak termasuk
golonganku orang yang tidak belas kasih terhadap yang lebih muda dan tidak mau
menghormati orang yang lebih tua serta tidak pula menghargai hak orang yang
alim di antara kita.”[29]
Memberitahu Anak tentang Peperangan Kaum Muslim
Menghadapi Musuh
Urwah menceritakan bahwa ayahnya, Zubair mempunyai
beberapa bekas luka pada tubuhnya yang dialami sewaktu dalam peperangan badar.
Urwah berkata, “Aku sering memasukkan jariku ke dalam bekas luka pukulan pedang
yang sudah sembuh itu seraya memainkannya sewaktu aku masih kecil…”[30]
Memberitahu anak terhadap penindasan kaum muslim di
berbagai belahan bumi oleh musuh-musuh Islam dapat menumbuhkan kepedulian
terhadap nasib saudara seiman, sekaligus tanggungjawab apa yang harus mereka
lakukan hari ini dan esok.
Mengingatkan Anak Agar Tidak Berteman dengan Orang
Jahat
Rasulullah bersabda, “Perumpamaan teman duduk yang
baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti orang yang membawa minyak misik
dan pande besi. Pembawa minyak misik adakalanya memberikannya kepadamu atau
kamu membeli darinya atau kamu peroleh bau yang harum darinya, tetapi pande
besi adakalanya baju kamu akan terbakar oleh percikan apinya atau kamu peroleh
bau yang tidak enak darinya.”[31]
Mengajari Etika Berbicara dan Menghormati yang
Lebih Tua
Abdurrahman bin Sahl dan Huwayyishah bin Mas’ud
datang menghadap kepada Rasulullah. Abdurrahman membuka pembicaraan, maka
Rasulullah bersabda, “Hormatilah yang lebih tua! Hormatilah yang lebih
tua!”[32]
Rasulullah sendiri apabila putrinya, Fatimah, masuk
menemuinya, beliau bangkit menyambutnya dan menciumnya serta mendudukannya di
tempat duduknya. Begitu pula sebaliknya, apabila beliau masuk menemuinya, ia
bangkit menyambutnya dan menciumnya serta mempersilahkannya duduk di tempat
duduknya.”[33]
Ketika Sa’ad bin Mu’adz hendak masuk ke masjid dan
telah berada di dekatnya, Rasulullah bersabda kepada orang-orang Anshar,
“Berdirilah kalian untuk menghormati pemimpin kalian atau orang yang terbaik di
antara kalian.”[34]
Mendidik Anak untuk tidak Menjengkelkan Sesamanya
Rasulullah bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku
orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan
dan ia mengetahuinya.”[35]
Al Ghazali mengatakan, “Hendaknya seorang anak
tidak dibiarkan berbangga diri di depan teman-teman sebayanya dengan harta yang
dimiliki oleh orang tuanya atau dengan sesuatu dari makanannya, pakaiannya,
atau buku dan penanya. Akan tetapi, hendaklah anak dibiasakan bersikap rendah
diri, menghormati setiap orang yang bergaul dengannya, dan lemah lembut tutur
sapanya dengan mereka.”[36]
Memperingatkan Anak Agar Tidak Saling Mengancam
Meski Bergurau
Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Barang
siapa yang mengacungkan besi kepada saudaranya, maka sungguh para malaikat
melaknatnya sampai ia meninggalkan perbuatannya, meski yang diacungi itu
saudara kandungnya.”[37] Para malaikat melaknat orang yang melakukan hal
tersebut walaupun hanya bercanda.
Melarang Anak Mengejutkan Orang Lain Meski Bergurau
Abdurrahman bin Abu Laila mengatakan, “Para sahabat
pernah menceritakan kepada kami bahwa ketika mereka sedang dalam perjalanan
bersama Rasulullah dalam suatu misi, tiba-tiba seorang lelaki diantara mereka
tidur. Salah seorang di antara mereka pun mengambil anak panahnya. Ketika
lelaki itu terbangun, ia terkejut karena anak panahnya tidak ada dan
orang-orang menertawakannya. Rasulullah bertanya, ‘Mengapa kalian tertawa?’
Mereka menjawab, ‘Tidak ada, melainkan kami telah mengambil anak panah orang
ini, lalu ia terkejut.’ Rasulullah bersabda, ‘Seorang muslim tidak boleh
menakut-nakuti saudaranya sesama muslim’.”[38]
Memberi Keringanan Kepada Anak
Anas bercerita, “Rasulullah adalah orang yang
akhlaknya paling baik. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku
berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan pergi.’ Namun, hatiku berbisik bahwa aku
harus pergi karena ini adalah perintah Rasulullah. Akhirnya, aku berangkat
hingga melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tanpa sadar, ternyata
Rasulullah memegang tengkukku dari belakang. Aku pun memandang beliau,
sedangkan beliau tertawa. Beliau bersabda, ‘Wahai Anas kecil, apakah engkau
telah pergi sesuai perintahku?’ Aku menjawab, ‘Ya, saya akan pergi wahai
Rasulullah’.”[39]
Melarang Anak Lelaki Menyerupai Perempuan, dan
Sebaliknya
Abdullah bin Yazid berkata, “Ketika kami sedang
berada di rumah Abdullah bin Mas’ud, datanglah seorang anaknya yang mengenakan
baju gamis dari kain sutera. Ibnu Mas’ud bertanya, ‘Siapa yang memberimu
pakaian ini?’ Anaknya menjawab, ‘Ibuku.’ Ibnu Mas’ud pun merobek baju gamisnya
dan berkata, ‘Katakanlah kepada ibumu agar dia memberimu pakaian selain kain
sutera ini’.”[40]
Rasulullah bersabda, “Kaum lelaki dari umatku
diharamkan mengenakan kain sutera dan emas, dan kaum wanitanya dihalalkan
(mengenakan keduanya).”[41]
Melatih Anak Berpenampilan Sederhana dan Melatih
Ketahanan Diri
Rasulullah bersabda, “Tidak ada yang memakai sutera
di dunia kecuali orang yang nanti di akhirat tidak mendapatkannya kecuali hanya
sekian.” Beliau bersabda sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah.[42]
Dalam hal melatih ketahanan diri anak, Rasulullah
sendiri pernah mengembala kambing. Beliau bersabda, “Tidaklah sekali-kali Allah
mengutus seorang nabi, melainkan pernah mengembala kambing.” Para sahabat
bertanya, “Dan juga engkau?” Beliau menjawab, “Ya, dahulu aku mengembala
kambing milik penduduk Mekkah dengan imbalan beberapa qirath.”[43]
Rasulullah juga pernah melakukan perlombaan
memanah, balap lari, balap kuda, dan balap unta. Beliau bersabda, “Tiada
perlombaan kecuali memanah, balap kuda, atau balap unta.”[44]
Abul Ward meriwayatkan dari Ali yang menceritakan
bahwa Fatimah menggiling gandum dengan tangannya sendiri hingga meninggalkan
bekas pada tangannya, mengambil air sendiri dengan qirbah sehingga membekas
pada lehernya, dan ia menyapu rumahnya sendiri hingga pakaiannya berdebu.
Ketika Rasulullah mendapat banyak pelayan, Ali berkata, “Sebaiknya kamu datang
menghadap kepada ayahmu untuk meminta seorang pelayan untuk meringankan
pekerjaanmu.” Fatimah pun datang mengahadap kepada Rasulullah, tapi dia
menjumpai di sisi beliau sedang banyak orang. Akhirnya Fatimah pulang.
Keesok harinya Fatimah datang lagi kepada
Rasulullah dan beliau bertanya, “Apa keperluanmu?” Fatimah diam, sehingga
terpaksa Ali yang berbicara tentang maksud kedatangannya. Maka Rasulullah
bersabda, “Hai Fatimah, bertakwalah kapada Allah, tunaikanlah kewajiban Rabbmu
dan lakukanlah pekerjaan rumah tanggamu. Apabila engkau hendak tidur,
bertasbihlah sebanyak 33 kali, bertahmidlah sebanyak 33 kali, kemudian bertakbirlah
sebanyak 34 kali. Itulah 100 wirid yang lebih baik bagimu dari pada mendapat
seorang pelayan.”[45]
Memperlakukan Anak Perempuan dengan Baik dan
Menjelaskan Kedudukannya Mereka dalam Islam
Rasulullah selalu menyambut dan mencium Fatimah
ketika ia datang, menggandeng tangannya, mempersilahkan ia duduk di sebelah
beliau. Rasulullah bersabda, “Barang siapa memeliki tiga anak perempuan, atau
tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu
memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa kepada Allah dalam mengasuh
mereka, maka baginya surga.”[46]
Mengingatkan Orang yang Menelantarkan Nafkah dan
Pendidikan Anak
Rasulullah bersabda, “Bila ia keluar karena
berusaha mencari nafkah untuk anaknya yang masih kecil maka ia berada di jalan
Allah. Bila ia keluar mencari nafkah untuk dirinya maka ia berada di jalan
Allah. Dan bila ia keluar mencari nafkah karena ingin dilihat atau sebagai
kebanggaan maka ia berada di jalan setan.”
Mengingatkan Agar Tidak Merendahkan Orang Lain
Aisyah berkata, “Aku pernah berkata kepada
Rasulullah, ‘Cukuplah sikapmu terhadap Shafiyyah karena dia begini dan begini’.
Maka Rasulullah bersabda, ‘Sungguh, engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang
seandainya kalimat itu dicampukan dengan air laut, niscaya akan
mencemarinya’.”[47]
Sumber:
Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul
“Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode
Nabi” Solo: Aqwam, 2010
[1] Shahih, Adabul Mufrad, 566
[2] Bukhari, Kitab Tamani, 6698
[3] Abu Dawud, Kitab Adab, 4383
[4] Shahih Sunan Abu Dawud, 466 dan Ahmad, 6467
[5] Muttafaq Alaih.
[6] Shahih Adabil Mufrad, 121
[7] Muslim, Kitab Fadhail, 4296
[8] Muttafaq Alaih.
[9] Shahih Al Jami’, 6021
[10] Tuhfatul Ahwadzi: VI, 67
[11] Ahkamul Quran: III, 322
[12] Muslim, Kitab Birri wash Shilah, 4729
[13] Bukhari, Kitab Adab, 5651
[14] Musnad Asy Syamiyyin: II, 355
[15] Shahih Al Jami’, 1990
[16] Shahih Al Jami’, 4021
[17] Ihya ‘Ulumuddin, III
[18] Muttafaq Alaih.
[19] Az Zar’i, Hasyiyah Ibnu Qayyim, dishahihkan At
Tirmizi.
[20] Shahih Ibnu Hibban: III, 1163 dan Shahih Abu
Dawud, 3239
[21] Lihat Ibnu Atsir, An Nihayah bab Qahama
[22] Bukhari, Kitab Adab, 5664
[23] Bukhari, Kitab Isti’dzan, 5778
[24] Tirmizi, Kitab Adab wal Isti’dzan, 2622
[25] Fathul Bari’, Kitab Isti’dzan, XI
[26] Bukhari, Adabul Mufrad, 807
[27] Muttafaq Alaih.
[28] Shahih Al Jami’, 2199
[29] Ahmad, Musnad Anshar, 21693
[30] Bukhari, Kitab Maghazi, 3678
[31] Muttafaq Alaih.
[32] Muttafaq Alaih.
[33] Ibnu Abdil Bar, At Tamhid: XXIII, 204
[34] Muttafaq Alaih.
[35] Shahih Al Jami’, 5505
[36] Ihya ‘Ulumuddin.
[37] Muslim, Kitab Birri wash Shilah, 4741
[38] Shahih, Musnad Ahmad, 22959
[39] Telah ditakhrij sebelumnya.
[40] Majma’uz Zawaid: V, 144
[41] At Turmidzi, Kitab Libas, 1742
[42] Tahqiq Musnad Ahmad, 243
[43] Bukhari, 2102
[44] Shahih Sunan Ibnu Majah, 2787
[45] Muttafaq Alaih.
[46] At Turmidzi, Kitab Barri wash Shilah, 1839 dan
Abu Dawud, Kitab Adab, 4481
[47] Ahmad, Kitab Adab, 4232