Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan
wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak.
Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi
dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2)
Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).
1. Dari Dalam Diri Anak
(Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri
anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi
ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari
belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan
dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya
kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti
les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau
membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya
kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah
(ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
2. Dari Luar
Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari
luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk
menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:
a. Sikap
Orang Tua
Sikap orang
tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu
berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di
situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar
hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan
tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut
tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai
yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang
tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang
kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah
Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana
membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam
suatu aturan.
b. Sikap
Guru
Guru selaku
tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan
oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan
siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam
mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena
terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap
sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa
tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana
belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.
c. Sikap Teman
Ketikan
seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara
langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan
sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua
teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman
lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau
perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh
teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan
lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu.
Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan
perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka
dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.
d. Suasana
Belajar di Rumah
Bukan suatu
jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula
rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah
yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu
penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara
yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan
di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang
menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan
(games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini
berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.
e. Sarana
Belajar
Sarana
belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan
ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan
kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak
tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka
mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku
pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang
cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang
optimal.
Enam langkan
untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing
dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:
1. Mencari
Informasi
Orangtua
sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat
mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat
berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk
mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai
seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak
harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.
2. Membuat
Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan
dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam
belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari
bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar,
lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di
waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau
sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus
dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya
terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.
3.
Menciptakan Disiplin.
Bukanlah
suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak
dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan
dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua
dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan
belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan
bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya
tugas sekolah.
4.
Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan
kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan
kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan
pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer,
menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah
konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila
dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar,
orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak
mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada
anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan
aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.
5. Ketegasan
Sikap
Ketegasan
sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada
anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang.
Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah
dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak
jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam
belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang
telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang
dilakukannya.
6.
Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan
suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua.
Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian
dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan
orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana
belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.
Ternyata
malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor.
Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan
membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan
minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada
anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak
merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat
diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang
tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu
dimarahi orang tuanya.