Sebagai insan yang berada di
sebuah lembaga pendidikan, apalagi Sekolah Menegah Kejuruan yang notabene
siswanya adalah laki-laki menghadapi siswa “nakal” adalah hal yang biasa. Mulai
dari siswa yang sering terlambat atau bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas/
PR, ribut di kelas, jajan saat jam pelajaran, tidak sholat, dan masih banyak
contoh “kenakalan” lain yang kerap dilakukan siswa. Hal-hal tersebut memang
benar-benar menguji kesabaran kita. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan tingkat
tinggi.
Sebenarnya apakah benar ada anak
diberi label “nakal”? Penulis sendiri tidak setuju bila ada siswa yang dilabeli
“nakal”. Apalagi tidak sedikit guru yang memberi label “nakal” apabila ia
merasa tidak sanggup mengendalikan siswanya. Di sisilain ukuran “nakal” tiap guru
berbeda-beda. Sebagian guru akan menganggap siswanya “nakal” bila siswanya
tidak mengerjakan PR, guru lain berpendapat siswa yang sering bolos/ tidak
masuk sekolah adalah siswa yang “nakal”, sebagian lainnya menganggap siswa yang
ribut saat pembelajaran adalah siswa yang “nakal”.
Menurut saya tidak ada yang
namanya siswa “nakal”, yang ada adalah;
Siswa yang krisis identitas.
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan siswa terjadi
karena siswa gagal mencapai masa integrasi kedua.
Siswa yang memiliki kontrol diri
yang lemah. Siswa yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
“nakal”. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku
sesuai dengan pengetahuannya.
Siswa yang kurang kasih sayang
orang tua. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan menyebabkan kurang
perhatian kepada anaknya. Tidak mengenalkan dan mengajarkan norma-norma agama
kepada anaknya. Akibatnya dia akan sering bolos atau terlambat sekolah. Saat di
sekolah ia akan berulah macam-macam untuk mendapat perhatian dari orang lain,
termasuk kepada gurunya.
Siswa yang kedua orang tuanya
tidak harmois atau bahkan bercerai. Suasana di rumah yang tidak nyaman akan
menyebabkan anak tidak fokus saat pelajaran. Kedua orang tua yang seharusnya
melidungi dan memberi contoh yang baik justru menjadi akar permasalahan
anaknya.
Siswa yang menjadi “korban” dari
saudara atau teman sepermainannya. Tipe anak seperti ini akan melakukan hal
yang sama pada anak lainnya karena ia adalah ‘korban’ dan berusaha untuk
membalas dendam.
Siswa yang mendapat tekanan dari
orang tua. Tekanan ini bisa berupa tuntutan orang tua yang terlalu tinggi akan
prstasi anaknya di sekolah atau peraturan di rumah yang terlalu ketat/ mengekang.
Akibatnya bisa bermacam, siswa bisa pendiam tapi juga bisa “nakal” karena
merasa ingin bebas.
Siswa yang mengalami kekerasan
dalam lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya masalah ekonomi. Siswa yang mengalami kekerasan di rumah, maka saat
di sekolah ia akan menunjukkan sikap memberontak kepada gurunya atau bahkan
melakukan kekersaan seperti apa yang ia alami.
Siswa yang salah bergaul.
Lingkungan memang sangat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan sikap siswa. Pergaulan yang kurang tepat atau menyimpang salah
bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.
Itulah beberapa sebab mengapa
siswa berperilaku “nakal” saat di sekolah. Saat kita tahu latar belakang
masalah perikau murid kita, tentunya kita akan merasa iba dan kasihan. Oleh
karena itu mari kita sebagai pendidik mulai untuk menghentikan label negatif
kepada siswa.
Beberapa tips di bawah ini bisa
kita coba untuk mengatasi perilaku siswa yang “nakal”, adalah:
Berdo’a untuk anak terebut. Ucapkan
namanya setiap kita berdo’a. Berharaplah apa yang kita minta akan dikabulkan
Allah dan saat kita menghadapinya Allah mengkaruniakan kesabaran pada diri
kita. Yakinlah dia akan berubah, karena keyakinan itu adalah doa. Dia pasti
berubah, entah itu besok, lusa, atau kapanpun.
Carilah info yang lengkap tentang
siswa yang dianggap “nakal”. Tujuannya adalah agar kita lebih paham tentang
latar belakanngya. Harapanya kita akan lebih bisa bersabar dan pengertian dalam
menangani perilakunya.
Hentikan ucapan atau label
“nakal” pada siswa tersebut. Kita tahu ucapan adalah do’a. jika kita
mengucapakan kata nakal, secara tidak langsung kita berdo’a agar dia menjadi
nakal. Katakanlah yang baik-baik untuknya, walau bagaimana pun perilaku dan
perkataannya.
Panggilah dia ke runag BK atau
masjid. Ajaklah dia berbicara empat mata dan dari hati ke hati. Tanyakanlah
kepada siswa tersebut tentang harapannya, permasalahannya, atau sebab dia
berbuat “nakal”. Dengan hal ini kita jadi lebih tahu tentang dirinya dan
permasalahan yang sedang ia hadapi. Pada akhirnya, berilah ia solusi, motivasi
dan arahan.
Latilah dia dengan rasa tanggung
jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan kita memberikan dia kepercayaan. Contoh:
menjadi muadzin, mengumpulkan kas kelas, membantu kita merekap buku tabungan,
atau dengan melibatkan dia dalam kegiatan OSIS dan ROIS (meskipun dia bukan
penggurus OSIS dan ROIS). Hal ini akan membuat dia merasa dibutuhkan dan
diperhatikan. Tujuan akhirnya adalah agar dia tahu mana hak dan kewajibannya/
tanggung jawabnya sebagai siswa.
Apabila siswa tersebut berbuat
“nakal”. Maka, tergurlah dengan pelan-pelan dan jangan dibentak atau dimarahi.
Karena siswa tipe seperti ini tidak akan berubah bila dimarahi. Mereka butuh
didekati, diperhatikan, dan diajak berdiskusi, serta berilah mereka motivasi
agar bisa berubah menjadi lebih baik. Katakan pada mereka “saya yakin kamu bisa
lebih baik lagi dari kamu yang sekarang”. “saya akan merasa bangga bila kamu
bisa lebih baik dari kamu yang sekarang”.
Apabila siswa tersebut berbuat “nakal”.
janganlah diberikan hukuman fisik, seperti push up, set up, atau jalan jongkok.
karena, hal ini justru akan menimbulkan rasa dendam dan jiwa melawan/
membangkang pada siswa. Tapi berikanlah dia hukuman seperti sholat dhuaha atau
membaca Al-Qur'an.
Buatlah perjanjian bila siswa
tersebut berbuat “nakal”. Rekamlah dengan HP dan suruhlah dia mengucapkan janji
agar tidak mengulangi perbuatannya. Bila dia mengulangi lagi, panggillah siswa
tersebut dan putarlah rekamannya.
Berilah dia pilihan. Berbuat baik
konsekuensinya baik atau berbuat “buruk” konsekuensinya buruk.
Bila siswa tersebut berbuat baik.
Maka, pujilah dia. Pujian kita akan mebuat dia merasa bahwa usahanya dihargai
dan diperhatikan oleh orang lain.
Itulah sedikit tips dari penulis.
Semoga dapat memberikan manfaat. Prinsipnya adalah tidak ada siswa yang
“nakal”. Yang ada adalah siswa kurang perhatian dan salah bergaul. Percayalah
mereka bisa berubah. Perubahan itu akan bisa terjadi bila dimulai dengan
strategi dengan menggunakan pendekatan hati. Bisa melalui tangan kita, atau
mungkin tangan orang lain. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba.