Kriteria
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu;
bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-
siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir
logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
Langkah-Langkah Pembelajaran
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,
yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu bagaimana”.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu apa.”
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi
aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua
mata pelajaran.
2.1 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)
Defenisi/konsep
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan
komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan
penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai
elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya.
PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan
mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem
yang kompleks.
Meningkatkan kolaborasi.
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan
mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem
yang kompleks.
Meningkatkan kolaborasi.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan
dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan
pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun
pendidik menikmati proses pembelajaran.
Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
Membutuhkan biaya yang cukup banyak
Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur
memegang peran utama di kelas.
Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi
akan mengalami kesulitan.
Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan
peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Langkah-langkah operasional
2
MENYUSUN
PERECANAAN PROYEK
MENYUSUN JADUAL
5
MENGUJI HASIL
Sistem Penilaian
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik.
2.2 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
Defenisi/konsep
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja
dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)
1 Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik
yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan
pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan.
Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta
didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan
2 Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
3 PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
1 Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang
diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih
cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat
tentang arah dan tujuan pembelajaran
2 Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta
didik melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok
mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas,
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat
3 Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang
diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan
di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari
informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang
telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4 Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah
pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi
dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari
permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara
peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
5 Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran,
baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
Contoh Penerapan
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik
diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam
memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk
bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru
memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta
didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung
tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar
yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar
kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan
pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft
skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam
tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut
ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.
Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang
sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan
belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan
pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri
(self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-
usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai
(standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan
penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah
dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya
2.3 MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)
Defenisi/konsep
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan
inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga
istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa
pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar
mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya
untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika.
Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-
kesimpulan.
Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan
Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang
tergantung bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasi sendiri.
Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar
Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan
Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan
siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan
yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh
siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan
yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh
siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Langkah-langkah operasional
1 Langkah Persiapan
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dansebagainya
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret
ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2 Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
c. Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
3 Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan
menggunakan tes maupun non tes.
Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika
bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil
kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan
3. KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR
1. Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara
signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
2. Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau
3. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.
4. Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan
dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun.
5. Ketika menerapkan penilaian autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar
peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Penilaian autentik dan tuntutan kurikulum 2013
1. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
2. Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
3. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan
yang lebih autentik.
4. Penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam
pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang
5. Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar
tes berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban
6. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena
memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.
7. Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja
sama dengan peserta didik.
8. Dalam penilaian autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta
didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan
9. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan
pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.
10. Pada penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
11. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa
belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar.
12. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta
didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja.
13. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan
harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
14. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta
didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajar tentang subjek.
15. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
16. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan
untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
Penilaian Autentik dan Pembelajaran Autentik
1. Penilaian autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula.
2. Menurut Ormiston, belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang
diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah.
3. Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan
seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang
memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses
yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
4. Penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar
semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda.
5. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di
mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif.
6. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi
perkembangan pribadi mereka.
7. Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan
pendekatan scientific, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu
sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata
yang ada di luar sekolah.
8. Guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik
pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas.
9. Penilaian autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan,
menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi
untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru bukan hanya
pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan
pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu:
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan
menyediakan sumber daya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi
pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan
pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Jenis-jenis Penilaian Autentik
1. Penilaian Kinerja
2. Penilaian Proyek
3. Penilaian Portofolio
4. Penilaian Tertulis
1. Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para
peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk
menentukan kriteria penyelesaiannya.
Berikut ini cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja.
1. Daftar cek (checklist).
2. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
3. Skala penilaian (rating scale).
4. Memori atau ingatan (memory approach).
2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang
harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas
dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatian guru dalam penilaian proyek.
1. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan
menulis laporan.
2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
3. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.
1. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
2. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
3. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
4. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
6. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen
portofolio yang dihasilkan.
7. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi,
dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa
mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.